13 Desember 2008

GARDA DEPAN

Anda tentu pernah bahkan sering berhubungan dengan seseorang, baik yang sudah anda kenal lama, baru jumpa, atau rutin anda jumpai. Entah disengaja atau pun suatu kebetulan, sebenarnya kita dapat membaca dan mengukur sikap seseorang yang kita jumpai tersebut.
Beberapa hari ini saya mendapatkan beberapa pengalaman hidup yang bisa dibagi dengan teman-teman. Walaupun saya yakin, tentu semua orang sudah pernah mengalaminya. Pengalaman tersebut dalam hal interaksi dan komunikasi, baik berupa lisan ataupun body language.
Pengalaman pertama: suatu hari saya ke sebuah Bank Konvensional (Maaf tidak saya sebutkan nama Bank tersebut, takut menejernya GR) di bilangan jalan Solo Jogja, sesampainya saya di gerbang masuk kawasan bank itu kesan pertama langsung saya terima, dengan senyum ramah seorang GARDA DEPAN. Sekedar menggaris bawahi, hampir di setiap institusi dan instansi biasanya ada dua barisan garda depan, yaitu Juru parkir dan Sekuriti. Nah, garda depan pertama menyapa dengan senyum sembari mengucapkan,”siang pak”. Saya balas tersenyum dan membalas salam nya. Memasuki bank, kembali saya disambut dengan senyum ramah serta sapaan dan kata-kata,” Selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu?”. Seraya tersenyum dengan sedikit menundukkan kepala takzim, saya balas sapaan itu dan mengatakan: ,”terimakasih, saya bisa sendiri pak,”. Ada rasa nyaman, mendapatkan sambutan dari dua barisan garda depan tersebut, dan dari hati yang terdalam saya dapat merasakan ketulusan mereka. Basa basi?, nggak juga. Karena ternyata mereka benar-benar membantu, jika memang kita benar-benar tidak mengerti dan perlu dibantu. Lalu sambil menunggu antrian yang sangat membosankan (Yang sangat panjang, apalagi sambil berdiri) saya masih menyisakan satu penawar kebosanan menunggu. Apa itu? Senyum ramah Teller. Entah mengapa, setiap kali keramahan yang saya dapat, justru membuat saya plong dan kikuk. Kata-kata luar biasa yang sering di ucapkan kepada nasabah, ada lagi yang bisa saya bantu?. Masalah antrian panjang yang tidak mengenakkan, saya kira karena menejer nya yang belum maksimal dalam me menej pola antrian yang menyenangkan. Apa yang menarik dari pengalaman ini?
1.Garda depan yang menyambut, selalu memperlihatkan penampilan prima
2.Senyum dan keramahan mereka dapat menimbulkan rasa damai dalam hati
3.Semua masalah yang mereka miliki tidak dinampakkan, meski bisa saja sebelumnya dirumah mereka punya masalah
4.Layanan prima yang mereka berikan, memberikan citra positif bagi instansi atau pun institusi
5.Sebagai barisan garda depan, yang menjadi tampilan awal, apakah mereka mendapatkan gaji atau sallary yang sepadan?
6.Garda depan ini sangat termpil dalam memainkan peran dan emotional quotient mereka. Hal ini perlu kita tiru dan layak mendapat penghargaan, berupa tindakan yang serupa. Tidak menampakkan rasa menyepelekan, apalagi merendahkan sikap mereka.
Pengalaman Kedua:
Di sebuah expo, Saya membeli handphone milik salah satu operator selluler CDMA (maaf, lagi-lagi tidak bisa disebutkan namanya, karena melanggar kode etik pemasaran, benarkah....?). Dengan diskon yang diberikan, saya ikut dalam desak-desakan orang-orang yang terpengaruh oleh iklan. (JADI KORBAN IKLAN JUGA DONG). Ada beberapa hal yang jadi merusak suasana hati saya: pertama, gaya meladeni salesman dan sales girl nya tidak mengenakkan, entah karena sudah melayani banyak orang atau pun karena tempat yang sesak dengan pengunjung, tidak ada senyum yang mereka pakai (he...he...he, senyum juga pakaian yang mahal), kedua: ketika merek hape yang saya inginkan sudah habis, mereka tidak ber inisiatif untuk mengambilkan di counter sebelahnya, meski masih dalam stand dan operator yang sama. Padahal hanya dengan meminta teman disebelahnya, sudah bisa saya dapatkan. Jadi akhirnya saya melangkah ke counter sebelahnya dan menanyakan merk hape yang saya inginkan. Lagi-lagi, saya harus bersabar dengan gaya pelayanan yang mereka tampilkan, ketika saya menanyakan fitur andalan masing-masing hape, saya diberikan jawaban yang menyesakkan,” Ini pak, bapak lihat di brosur,”. Sepintas jawaban itu benar, tapi yang saya inginkan adalah, melihat bentuk hape nya secara langsung dengan membandingkan dengan merk yang lain. Ketika saya mau melihat, dengan santainya sales ini mengatakan, maaf pak, tidak bisa. Wah, banyak yang nggak bisa nya.
Akhirnya sebuah hape jadi saya beli, karena memang hape ini saya butuhkan untuk transaksi perbankan (Phone Banking), karena berdasarkan (Lagi-lagi) iklan, bisa nelpon murah termasuk ke nomor-nomor telphone rumah. Setelah sah jadi hak milik saya, saya langsung gunakan ntuk transaksi melalui phone banking ke sebuah bank. “Nomor yang anda panggil tidak dapat dihubungi”. Saat itu saya pikir, mungkin karena jaringan sedang sibuk, jadi tidak bisa dihubungi. Jadi saya ulangi beberapa kali dalam satu hari, ternyata jawabannya masih sama. Akhirnya saya coba menggunakan operator GSM dan langsung bisa. The Question is,”What’s wrong with this Cell Phone?”.
Malam hari nya, saya coba menghubung call center operator CDMA ini. Subhanallah, petugas di call center tersebut, memberikan jawaban-jawaban dari pertanyaan saya dengan nada suara yang tinggi dan tidak bersahabat,saya jadi ingat pada kejadian yang dialami sahabat saya malam sebelumnya, dengan operator yang ini juga, ternyata sama, jawaban dan cara menjawabnya juga sama. Sepertinya tidak diajarkan dengan baik, bagaimana melayani konsumen. Sebagai garda depan di instansi mereka, sudah selayaknya mereka memberikan bantuan, tanggapan dan usaha yang membuat konsumen menjadi paling tidak tenang dan tidak berfikir negatif. Tapi ternyata tidak dengan operator ini. Sungguh sangat berbeda dengan pelayanan yang diberikan oleh operator sellular yang lain, saat itu saya kehilangan Sim Card jadi saya mau memproses penggantian, karena banyak nomor transaksi yang sudah saya aktifkan melalui kartu itu. Pelayanan yang diberikan oleh petugas operator itu sangat baik, dengan nada bicara yang teratur dan ramah, memberikan solusi, begini dan begitu. Hingga pada keesokan harinya saya mendatangi Grapari operator itu, hanya dalam waktu 20 menit, saya sudah mendapatkan kartu baru dengan nomor yang sama.
Dari pengalaman-pengalaman ini, saya mendapat banyak hal-hal baru yang bisa diambil pelajaran, bahwa sebagus apapun sebuah institusi dan instansi jika tidak memperhatikan aspek pelayanan kepada konsumen, nasabah dan pelanggan, maka akan menampilkan citra yang buruk. Menjadi garda depan, berarti memikul tanggung jawab yang besar, jadi bagi yang mempekerjakan orang-orang untuk menjadi garda depan perusahaan, institusi dan instansi, jangan asal comot. Pilih mereka yang berkepribadian bagus, agar cerminan perusahaan akan dapat diwakili oleh mereka, para petugas di GARDA DEPAN.

10 Desember 2008

Intisari Pemikiran Islam tentang Ekonomi

PENDAHULUAN
 Dalam mempertahankan hidupnya, manusia diberi kebebasan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebebasan merupakan unsure dasar manusia dalam mengatur dirinya dalam memenuhi kebutuhan yang ada. Namun kebebasan manusia ini tidak berlaku mutlak, kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan manusia lain. Bila antara manusia melanggar batas kebutuhan antara sesamanya akan terjadi konflik . Manusia tidak bias mendominasi kebenaran, dan tidak ada kebenaran mutlak dari kehidupan manusia, demikian pula tidak ada kesalahan fatal. Karena ketiadaan hak kebenaran mutlak inilah, maka manusia perlu pedoman yang nyata untuk menuju kebenaran, yaitu dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Yang merupakan tuntunan dasar agama Islam. Dalam Islam, hubungan etika dengan ekonomi sangatlah jelas. Fiqh Mu’amalah adalah salah satu rumusan etika ekonomi yang sengaja disusun oleh sarjana klasik sebagai norma tertulis yang mengatur jalannya transaksi, mana yang boleh dan mana yang dilarang.
Dalam konteks sosial-ekonomi, ajaran Islam bersifat dinamis serta keberpihakannya pada keadilan sosial bersifat mutlak. Hal ini karena ketidak adilan akan merusak tatanan sosial serta bertentangan dengan moralitas. Dalam perspektif Islam untuk mewujudkan struktur sosial, motivasinya harus didasarkan pada filsafat moral yang benar. Kesenjangan ekonomi juga semakin tajam, kemiskinan dan pengangguran yang semakin menggurita. Pendeknya, kemakmuran dan kesejahteraan berlangsung secara tidak adil. Di bawah dominasi kapitalisme, kerusakan ekonomi terjadi di mana-mana. Dalam beberapa tahun terakhir ini, perekonomian dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali tidak menentu. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat pengangguran yang parah, serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Tidak terhitung banyaknya para pakar ekonomi Barat yang mengkritik sistem ekonomi kapitalisme dan mendesak dilakukannya perubahan paradigma ke arah paradigma yang adil dan manusiawi.

PEMBAHASAN
Umat manusia dibawah kepemimpinan barat, telah mengalami empat ideology ekonomi utama dalam kurun waktu tiga ratus tahun terakhir, yaitu kapitalisme, sosialisme, nasionalisme fasisme dan Negara kesejahteraan (welfare state). Semua ideology tersebutdidasarkan secara fundamental dan corak pada premis barat bahwa agama dan moralitas tidak relevan untuk mengatasi problem-problem ekonomi umat manusia, sehingga urusan-urusan ekonomi lebih tepat kalau dipecahkan dengan menggunakan hukum-hukum perilaku ekonomi dan bukan ajaran moral tertentu.
Dengan melihat realita di atas, jelas ada ”something wrong” dalam konsep-konsep yang selama ini diterapkan di berbagai negara, termasuk Indonesia, karena kelihatan masih jauh dari yang diharapkan. Konsep-konsep tersebut terlihat tidak memiliki konstribusi yang cukup signifikan, bahkan bagi negara-negara pencetus konsep tersebut. Ini terbukti dari ketidakmampuan direalisasikannya sasaran-sasaran yang diinginkan seperti pemenuhan kebutuhan dasar, kesempatan kerja penuh (full employment) dan distribusi pendapatan dan kekayaan merata.
Konsep-konsep tersebut juga dianggap gagal, karena menyuburkan budaya eksploitasi manusia atas manusia lainnya, kerusakan lingkungan serta melupakan tujuan-tujuan moral dan etis manusia. Singkatnya, konsep yang ditawarkan Barat, bukanlah pilihan tepat apalagi dijadikan prototype bagi negara-negara yang sedang berkembang. Namun demikian kita tak boleh menafikan bahwa pengalaman dari ekonomi pembangunan yang telah berkembang itu banyak yang bermanfaat dan penting bagi kita dalam membangun, meskipun relevansinya sangat terbatas.
Sistem kapitalis maupun sosialis jelas tidak sesuai dengan sistem nilai Islam. Keduanya bersifat eksploitatif dan tidak adil serta memperlakukan manusia bukan sebagai manusia. Kedua sistem itu juga tidak mampu menjawab tantangan ekonomi, politik, sosial dan moral di zaman sekarang. Hal ini bukan saja dikarenakan ada perbedaan ideologis, sikap moral dan kerangka sosial politik, tetapi juga karena alasan-alasan yang lebih bersifat ekonomis duniawi, perbedaan sumberdaya, stuasi ekonomi internasional yang berubah, tingkat ekonomi masing-masing dan biaya sosial ekonomi pembangunan.

SISTEM-SISTEM EKONOMI DUNIA
Tiga system ekonomi yang dominant pada saat ini adalah, kapitalisme, sosialisme dan gabungan dari dua muara itu yaitu Negara kesejahteraan. Masing-masing telah mengalami revisi yang signifikan dari versi aslinya karena berbagai problem yang dihadapinya dalam kurun waktu yang lama dan juga karena perubahan-perubahan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Berikut ini adalah gaya dan system ekonomi tersebut:
A. Kapitalisme
Konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia. Komitmen penegakkan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat dari tekanan kelompok. Karenanya, sistem kapitalisme terutama yang berkaitan dengan uang dan perbankan, tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan – tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai transendental (spritual) dan persaudaraan universal. Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar (konglomerat). Lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini semakin jelas terjadi di Indonesia. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar. Sebagaimana disebut di atas, konversi ekonomi Barat (terutama kapitalisme) kepada penegakan keadilan sosio ekonomi, merupakan akibat tekanan-tekanan kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan politik. Untuk mewujudkan keadilan sosio-ekonomi itu mereka mengambil beberapa langkah, terutama melalui pajak dan transfer payment.
Ada satu aspek yang menjadi ciri kapitalisme sebagai frame-work sosio-ekonomi yaitu, kapitalisme bukan sekedar suatu system ekonomi saja, tetapi sebagai suatu setting cultural yang lebih luas, didalamnya ada tindakan mengejar kekayaan merupakan suatu kebanggaan bahkan merupakan suatu tujuan dalam kehidupan berekonominya. Dengan demikian, mengejar keuntungan pribadi dengan prinsip ekonomi dengan modal yang sekecil-kecilnya dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Usaha kapitalis ini didukung oleh nilai-nilai kebebasan untuk memenuhi kebutuhan. Pemahaman ini didasari oleh filosofi Adam Smith, bahwa terselenggaranya keseimbangan pasar dikarenakan manusia mementingkan diri sendiri. Mekanisme pasar yang dimetamorfosiskan dengan tangan ghaib (invisible hand) akan mengatur bagaimana jalannya keseimbangan antara penawaran dan permintaan dipasar.
Dengan demikian, system ekonomi kapitalisme ini mempunyai beberapa kecenderungan sebagai berikut:
1. Kebebasan memiliki harta secara perorangan
2. Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas
3. Ketimpangan ekonomi
B. Sosialisme
System ekonomi sosialis lebih menekankan pada suatu mimpi yang menempatkan rakyat biasa sebagai pengendali kekuasaan baik secara paksa maupun demokratis dari tangan kaum kapitalis. Mereka ingin menciptakan suatu masyarakat demokratis dan egaliter, bebas dari konflik kelas dan didasarkan pada perencanaan komkomprehensif dan control public terhadap sarana-sarana produksi. Filosofis ekonomi sosialis adalah bagaimana bersama-sama mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Pemikiran awal sosialis meletakkan unsure kemanusiaan pada posisi paling tinggi, lebih tinggi dari alat produksi. Bila alat produksi menguasai manusia maka manusia akan kehilangan esensi kemanusiaannya.
Dalam system ekonomi sosialisme mempunyai beberapa kecenderungan sebagai berikut:
1. Pemilikan harta oleh Negara
2. Kesamaan ekonomi
3. Disiplin politik
4. Peranan individu yang sedikit, bahkan tidak memiliki peran sama sekali
5. Manusia terikat pada beban tanggungjawab kolektif yang berlebihan, sehingga menghancurkan kebebasan manusia
C. Welfare State (Negara berkesejahteraan)
Pada dasarnya, Negara kesejahteraan berlandaskan pada dictum:”Dari setiap orang menurut kemampuannya dan kepada setiap orang yang membutuhkannya.” Untuk persyaratan tersebut diatas, ajaran Negara kesejahteraan menetapkan penciptaan pranata yang memberikan jamin an untuk memenuhi kedua aturan dasar ini:
1. Produksi harus diluaskan ke berbagai sector ekonomi, untuk menyamakan produktivitas sosial diantara mereka.
2. Distribusi pendapatan diantara semua konsumen harus dilakukan untuk menyamakan kegunaan konsumsi mereka.

SISEM EKONOMI ISLAM
Keadilan merupakan pilar terpenting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah (QS.57:25), termasuk penegakkan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya penegakan keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen Al-Quran tentang penegakan keadilan sangat jelas. Hal itu terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalam Al-quran mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti ; kata urutan ketiga yang banyak disebut Al-Quran setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan, Ali Syariati menyebutkan, dua pertiga ayat-ayat Al-Quran berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dll (Majid Kahduri, The Islamic Conception of Justice (1984), hlm 10). Karena itu, tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan / kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam
Keadilan sosio ekonomi dalam Islam, selain didasarkan pada komitmen spritual, juga didasarkan atas konsep persaudaraan universal sesama manusia. Al-Quran secara eksplisit menekankan pentingnya keadilan dan persaudaraan tersebut. Sebuah masyarakat Islam yang ideal mesti mengaktualisasikan keduanya secara bersamaan, karena keduanya merupakan dua sisi yang sama yang tak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kedua tujuan ini terintegrasi sangat kuat ke dalam ajaran Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spritual (ibadah) bagi masyarakat Islam.
Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan, menuntut agar semua sumber daya yang menjadi amanat suci Tuhan, digunakan untuk mewujudkan maqashid syari’ah, yakni pemenuhan kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar (primer), seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil dan instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.
Tauhid yang menjadi fondasi utama ekonomi Islam, mempunyai hubungan kuat dengan konsep keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan. Ekonomi Tauhid yang mengajarkan bahwa Allah sebagai pemilik mutlak dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah, mempunyai konsekuensi, bahwa di dalam harta yang dimiliki setiap individu terdapat hak-hak orang lain yang harus dikeluarkan sesuai dengan perintah Allah, berupa zakat, infaq dan sedekah dan cara-cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep persaudaraan umat manusia.
Sistem keuangan dan perbankan serta kebijakan moneter, misalnya, dirancang semuanya secara organis dan terkait satu sama lain untuk memberikan sumbangan yang positif bagi pengurangan ketidak-adilan dalam ekonomi dalam bentuk pengucuran pembiayaan (kredit) bagi masyarakat dan memberikan pinjaman lunak bagi masyarakat ekonomi lemah melalui produk qardhul hasan.
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi, Islam secara tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada sekelompok tertentu dan menawarkan konsep zakat, infaq, sedeqah, waqaf dan institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah, dan sebagainya. Al-Quran dengan tegas mengatakan, “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya saja di antara kamu” (QS. 59:7), “Di antara harta mereka terdapat hak fakir miskin, baik peminta-minta maupun yang orang miskin malu meminta-minta” (QS. 70:24).
Dalam ekonomi syari’ah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”.(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riel. Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam.
Oleh karena keharusan terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syari’ah mengembangkan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam jual beli, ada sektor riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam harta. Dalam ekonomi syari’ah sistem bagi hasillah (profit and loss sharing) yang kemudian menjadi jantung dari sektor ‘moneter’ Islam, bukan bunga. Karena sesungguhnya, bagi hasil sebenarnya sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan untung atau rugi. Tidak seperti karakteristik bunga yang memaksa agar hasil usaha selalu positif. Islam tidak mengenal konsep time value of money, Jadi penerapan sistem bagi hasil pada hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian. Karena memang kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikkan dalam perekonomian.
Ekonomi Islam bukan saja menjanjikan kestabilan “moneter” tetapi juga pembangunan sektor riil yang lebih kokoh. Krisis moneter yang telah menjelma menjadi krisis multi dimensi di Indonesia ini, tak dapat diobati dengan varibel yang menjadi sumber krisis sebelumnya, yaitu sistem bunga dan utang, artinya tidak bisa dengan mengutak-atik suku bunga tetapi harus oleh variabel yang jauh dari karakteristik itu, yaitu dengan sistem bagi hasil dalam dunia perbankan dan lembaga finansial lainnya.

Prinsip-prinsip Ekonomi dalam Islam
Prinsip ekonomi dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam yang digali dari Al-Quran dan Sunnah. Prinsip ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku ekonomi untuk mencapai falah (kesejahteraan).
Berikut prinsip-prinsip yang akan menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur dan kerangka ekonomi Islam.
a) Kerja (resource utilization)
b) Kompensasi (Compensation)
c) Efisiensi
d) Profesionalisme
e) Kecukupan (Sufficiency)
f) Kebebasan
g) Kerjasama
h) Persaingan
i) Keseimbangan
j) Solidaritas
k) Pemerataan Kesempatan (Equal opportunity)
Secara umum Prinsip Ekonomi dalam Islam sangat sinkron dengan nilai-nilai sosio-kultural. Sinkronisasi tersebut meliputi nilai-nilai berikut ini :
1. Nilai Ilahiah (ketuhanan)
2. Nilai Khilafah (Kepemimpinan)
3. Nilai Tawazun (Keseimbangan)
4. Nilai ‘Adalah (Keadilan)
5. Nilai Maslahah (Kemaslahatan)
Sedangkan menurut Naqvi, Nilai-nilai etik yang terkandung dalam ekonomi Islam meliputi nilai kesatuan (Tauhid), Keseimbangan/kesejahteraan (al-‘Adl wal Ihsan), kehendak bebas (ikhtiyar) dan tanggungjawab (fardh).
Dengan penjelasan diatas, nampak jelaslah bahwa moral (akhlaq) menempati urutan penting dalam prilaku ekonomi islam. Akhlak merupakan puncak tujuan dari seluruh ajaran Islam, hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw,’ sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak lahir dari konsekuensi dari rukun Iman dan rukun Islam.

PENUTUP
Demikianlah gambaran singkat tentang prinsip-prinsip ekonomi menurut Islam, yang bila kita kaji lebih mendalam, dapat kita temukan beberapa perbedadan yang ssangat signifikan dengan system ekonomi konvensional yang diwakili oleh system Kapitalisme, Sosialisme dan Welafare state.
Ekonomi Islam pada dasarnya merupakan aktualisasi nilai-nilai Islam dalam aktifitas kehidupan manusia dalam rangka mewujutkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Keberadaan ekonomi Islam tidak lain bertujuan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Tujuan tersebut dalam pandangan para ahli dijabarkan dalam 3 permasalah pokok yang terdiri atas pertama mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara, kedua mewujudkan kesejahteraan manusia dan ketiga mewujudkan mekanisme distribusi kekayaan yang adil.


DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Umer,”Islam dan Tantangan Ekonomi,”Jakarta, Gema Insani Press, 2006
Hamid, Arifin,” Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syari’ah) di Indonesia’. Bogor, Penerbit Ghalia, 2007

http://agustianto.blogspot.com
Naqvi, Syed Nawab Haider, ,”Etika dan Ilmu Ekonomi, Suatu Sintesis Islami’, Bandung, Mizan.1993

Naqvi, Syed Nawab Haider,”Menggagas Ilmu EkonomiIslam,”. Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2003

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), ‘ Ekonomi Islamí”. Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2008
Sudarsono, Heri,” Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar,”Jogjakarta, Ekonosia, 2007

Ekonomi dan Etika


Book Review
ETIKA DAN ILMU EKONOMI
Suatu Sintesis Islami

PENDAHULUAN
Dalam mempertahankan hidupnya, manusia diberi kebebasan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebebasan merupakan unsure dasar manusia dalam mengatur dirinya dalam memenuhi kebutuhan yang ada. Namun kebebasan manusia ini tidak berlaku mutlak, kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan manusia lain. Bila antara manusia melanggar batas kebutuhan antara sesamanya akan terjadi konflik . Manusia tidak bias mendominasi kebenaran, dan tidak ada kebenaran mutlak dari kehidupan manusia, demikian pula tidak ada kesalahan fatal. Karena ketiadaan hak kebenaran mutlak inilah, maka manusia perlu pedoman yang nyata untuk menuju kebenaran, yaitu dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Yang merupakan tuntunan dasar agama Islam. Dalam Islam, hubungan etika dengan ekonomi sangatlah jelas. Fiqh Mu’amalah adalah salah satu rumusan etika ekonomi yang sengaja disusun oleh sarjana klasik sebagai norma tertulis yang mengatur jalannya transaksi, mana yang boleh dan mana yang dilarang.
Dalam konteks sosial-ekonomi, ajaran Islam bersifat dinamis serta keberpihakannya pada keadilan sosial bersifat mutlak. Hal ini karena ketidak adilan akan merusak tatanan sosial serta bertentangan dengan moralitas. Dalam perspektif Islam untuk mewujudkan struktur sosial, motivasinya harus didasarkan pada filsafat moral yang benar. Kesenjangan ekonomi juga semakin tajam, kemiskinan dan pengangguran yang semakin menggurita. Pendeknya, kemakmuran dan kesejahteraan berlangsung secara tidak adil. Di bawah dominasi kapitalisme, kerusakan ekonomi terjadi di mana-mana. Dalam beberapa tahun terakhir ini, perekonomian dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali tidak menentu. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat pengangguran yang parah, serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Tidak terhitung banyaknya para pakar ekonomi Barat yang mengkritik sistem ekonomi kapitalisme dan mendesak dilakukannya perubahan paradigma ke arah paradigma yang adil dan manusiawi.
Aspek ekonomi Islam yang berbeda menurut Naqvy adalah penegasan betapa pentingnya refliksi etika pada motivasi ekonomi manusia. Etika inilah yang menjadi tujuan utama Naqvy dalam buku ini. Pandangan tersebut terangkum dalam empat aksioma yaitu kesatuan (Unity), keseimbangan (Equilibrium), kehendak bebas (free will) dan tanggung jawab(responsibility).
Selain itu, hal yang menarik lainnya adalah sebuah dictum tentang kebahagiaan menurut Islam, bahwa kebahagiaan individu harus mencakup aspek kebahagiaan diri sendiri sekaligus kesejahteraan orang lain. Aspek etika dan moral ini lah yang tidak kita temukan pada system ekonomi konvensional.
Pengakuan dan kejujuran Naqvy yang mengingatkan ummat Islam agar jangan sering terpesona dengan kejayaan masa lalu. Beliau mengatakan bahwa dalam ekonomi Islam, sebagai disiplin ilmu akan terancam apabila seluruh pernyataan disikapi dengan kekaguman dan penghormatan yang tidak wajar, serta para praktisinya membicarakan disiplin ekonomi hanya pada dataran normative-referensial saja.

PEMBAHASAN
Umat manusia dibawah kepemimpinan barat, telah mengalami empat ideology ekonomi utama dalam kurun waktu tiga ratus tahun terakhir, yaitu kapitalisme, sosialisme, nasionalisme fasisme dan Negara kesejahteraan (welfare state). Semua ideology tersebutdidasarkan secara fundamental dan corak pada premis barat bahwa agama dan moralitas tidak relevan untuk mengatasi problem-problem ekonomi umat manusia, sehingga urusan-urusan ekonomi lebih tepat kalau dipecahkan dengan menggunakan hukum-hukum perilaku ekonomi dan bukan ajaran moral tertentu.
Dengan melihat realita di atas, jelas ada ”something wrong” dalam konsep-konsep yang selama ini diterapkan di berbagai negara, termasuk Indonesia, karena kelihatan masih jauh dari yang diharapkan. Konsep-konsep tersebut terlihat tidak memiliki konstribusi yang cukup signifikan, bahkan bagi negara-negara pencetus konsep tersebut. Ini terbukti dari ketidakmampuan direalisasikannya sasaran-sasaran yang diinginkan seperti pemenuhan kebutuhan dasar, kesempatan kerja penuh (full employment) dan distribusi pendapatan dan kekayaan merata.
Konsep-konsep tersebut juga dianggap gagal, karena menyuburkan budaya eksploitasi manusia atas manusia lainnya, kerusakan lingkungan serta melupakan tujuan-tujuan moral dan etis manusia. Singkatnya, konsep yang ditawarkan Barat, bukanlah pilihan tepat apalagi dijadikan prototype bagi negara-negara yang sedang berkembang. Namun demikian kita tak boleh menafikan bahwa pengalaman dari ekonomi pembangunan yang telah berkembang itu banyak yang bermanfaat dan penting bagi kita dalam membangun, meskipun relevansinya sangat terbatas.
Sistem kapitalis maupun sosialis jelas tidak sesuai dengan sistem nilai Islam. Keduanya bersifat eksploitatif dan tidak adil serta memperlakukan manusia bukan sebagai manusia. Kedua sistem itu juga tidak mampu menjawab tantangan ekonomi, politik, sosial dan moral di zaman sekarang. Hal ini bukan saja dikarenakan ada perbedaan ideologis, sikap moral dan kerangka sosial politik, tetapi juga karena alasan-alasan yang lebih bersifat ekonomis duniawi, perbedaan sumberdaya, stuasi ekonomi internasional yang berubah, tingkat ekonomi masing-masing dan biaya sosial ekonomi pembangunan.

SISTEM-SISTEM EKONOMI DUNIA
Tiga system ekonomi yang dominant pada saat ini adalah, kapitalisme, sosialisme dan gabungan dari dua muara itu yaitu Negara kesejahteraan. Masing-masing telah mengalami revisi yang signifikan dari versi aslinya karena berbagai problem yang dihadapinya dalam kurun waktu yang lama dan juga karena perubahan-perubahan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Berikut ini adalah gaya dan system ekonomi tersebut:
A. Kapitalisme
Naqvy memberikan beberapa gambaran Konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia. Komitmen penegakkan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat dari tekanan kelompok. Karenanya, sistem kapitalisme terutama yang berkaitan dengan uang dan perbankan, tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan – tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai transendental (spritual) dan persaudaraan universal. Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar (konglomerat). Lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini semakin jelas terjadi di Indonesia. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar. Sebagaimana disebut di atas, konversi ekonomi Barat (terutama kapitalisme) kepada penegakan keadilan sosio ekonomi, merupakan akibat tekanan-tekanan kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan politik. Untuk mewujudkan keadilan sosio-ekonomi itu mereka mengambil beberapa langkah, terutama melalui pajak dan transfer payment.
Ada satu aspek yang menjadi ciri kapitalisme sebagai frame-work sosio-ekonomi yaitu, kapitalisme bukan sekedar suatu system ekonomi saja, tetapi sebagai suatu setting cultural yang lebih luas, didalamnya ada tindakan mengejar kekayaan merupakan suatu kebanggaan bahkan merupakan suatu tujuan dalam kehidupan berekonominya. Dengan demikian, mengejar keuntungan pribadi dengan prinsip ekonomi dengan modal yang sekecil-kecilnya dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Usaha kapitalis ini didukung oleh nilai-nilai kebebasan untuk memenuhi kebutuhan. Pemahaman ini didasari oleh filosofi Adam Smith, bahwa terselenggaranya keseimbangan pasar dikarenakan manusia mementingkan diri sendiri. Mekanisme pasar yang dimetamorfosiskan dengan tangan ghaib (invisible hand) akan mengatur bagaimana jalannya keseimbangan antara penawaran dan permintaan dipasar.
Dengan demikian, system ekonomi kapitalisme ini mempunyai beberapa kecenderungan sebagai berikut:
1. Kebebasan memiliki harta secara perorangan
2. Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas
3. Ketimpangan ekonomi
B. Sosialisme
System ekonomi sosialis menurut Naqvy lebih menekankan pada suatu mimpi yang menempatkan rakyat biasa sebagai pengendali kekuasaan baik secara paksa maupun demokratis dari tangan kaum kapitalis. Mereka ingin menciptakan suatu masyarakat demokratis dan egaliter, bebas dari konflik kelas dan didasarkan pada perencanaan komkomprehensif dan control public terhadap sarana-sarana produksi. Filosofis ekonomi sosialis adalah bagaimana bersama-sama mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Pemikiran awal sosialis meletakkan unsure kemanusiaan pada posisi paling tinggi, lebih tinggi dari alat produksi. Bila alat produksi menguasai manusia maka manusia akan kehilangan esensi kemanusiaannya.
Dalam system ekonomi sosialisme mempunyai beberapa kecenderungan sebagai berikut:
1. Pemilikan harta oleh Negara
2. Kesamaan ekonomi
3. Disiplin politik
4. Peranan individu yang sedikit, bahkan tidak memiliki peran sama sekali
5. Manusia terikat pada beban tanggungjawab kolektif yang berlebihan, sehingga menghancurkan kebebasan manusia
C. Welfare State (Negara berkesejahteraan)
Pada dasarnya, Negara kesejahteraan berlandaskan pada dictum:”Dari setiap orang menurut kemampuannya dan kepada setiap orang yang membutuhkannya.” Untuk persyaratan tersebut diatas, ajaran Negara kesejahteraan menetapkan penciptaan pranata yang memberikan jamin an untuk memenuhi kedua aturan dasar ini:
1. Produksi harus diluaskan ke berbagai sector ekonomi, untuk menyamakan produktivitas sosial diantara mereka.
2. Distribusi pendapatan diantara semua konsumen harus dilakukan untuk menyamakan kegunaan konsumsi mereka.
Menurut Naqvy, ada kesamaan antara Diktum tersebut dengan ayat yang berbunyi: “Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang melarat yang tak mendapat bagian’ (QS 51: 19)

SISEM EKONOMI ISLAM
System ekonomi Islam menurut Naqvy adalah penegasan betapa pentingnya refliksi etika pada motivasi ekonomi manusia. Etika inilah yang menjadi tujuan utama Naqvy dalam buku ini. Pandangan tersebut terangkum dalam empat hypothesis dari aksioma tersebut diatas, yaitu:
1. Kesatuan (Unity) dengan lingkungan manusia
2. Keseimbangan (Equilibrium) dalam pengertian harus diperoleh suatu kesetimbangan yang adil diantara, produksi, konsumsi dan distribusi
3. Kehendak bebas (free will), yang dijabarkan kedalam ekonomi yang membutuhkan perpaduan yang sesuai antara kebebasan individu dan pengendalian oleh Negara, agar mencerminkan konsep khas Islam mengenai kebebasan manusia
4. Tanggung jawab(responsibility) menuntut dibuatnya kebijaksanaan distribusi dan pengalihan sumber penghasilan diantara berbagai kelompok dan golongan masyarakat
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi, Islam secara tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada sekelompok tertentu dan menawarkan konsep zakat, infaq, sedeqah, waqaf dan institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah, dan sebagainya. Al-Quran dengan tegas mengatakan, “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya saja di antara kamu” (QS. 59:7), “Di antara harta mereka terdapat hak fakir miskin, baik peminta-minta maupun yang orang miskin malu meminta-minta” (QS. 70:24).
Prinsip-prinsip Ekonomi dalam Islam
Prinsip ekonomi dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam yang digali dari Al-Quran dan Sunnah. Prinsip ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku ekonomi untuk mencapai falah (kesejahteraan).
Berikut prinsip-prinsip yang akan menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur dan kerangka ekonomi Islam.
a) Kerja (resource utilization)
b) Kompensasi (Compensation)
c) Efisiensi
d) Profesionalisme
e) Kecukupan (Sufficiency)
f) Kebebasan
g) Kerjasama
h) Persaingan
i) Keseimbangan
j) Solidaritas
k) Pemerataan Kesempatan (Equal opportunity)
Secara umum Prinsip Ekonomi dalam Islam sangat sinkron dengan nilai-nilai sosio-kultural. Sinkronisasi tersebut meliputi nilai-nilai berikut ini :
1. Nilai Ilahiah (ketuhanan)
2. Nilai Khilafah (Kepemimpinan)
3. Nilai Tawazun (Keseimbangan)
4. Nilai ‘Adalah (Keadilan)
5. Nilai Maslahah (Kemaslahatan)
Sedangkan menurut Naqvi, Nilai-nilai etik yang terkandung dalam ekonomi Islam meliputi nilai kesatuan (Tauhid), Keseimbangan/kesejahteraan (al-‘Adl wal Ihsan), kehendak bebas (ikhtiyar) dan tanggungjawab (fardh).
Dengan penjelasan diatas, nampak jelaslah bahwa moral (akhlaq) menempati urutan penting dalam prilaku ekonomi islam. Akhlak merupakan puncak tujuan dari seluruh ajaran Islam, hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw,’ sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak lahir dari konsekuensi dari rukun Iman dan rukun Islam.

PENUTUP
Setelah membaca buku ini, saya tertarik dengan pernyataan tentang sosialisasi model ekonomi Islam yang sesungguhnya, hanya saja penulis buku ini, belum bias memberikan sedikit gambaran tentang cara sosialisasi yang dimaksud, karena kemungkinan perbedaan pandangan akan sangat mempengaruhi pemikiran seseorang.
Demikianlah review singkat tentang bukku Etika dan Ilmu Ekonomi karya Syed Nawab Haider Naqvy ini. Dengan sedikit menambah pengetahuan dari buku-buku ilmiah dari pemikir lainnya. Bila kita kaji lebih mendalam, dapat kita temukan beberapa perbedaan yang sangat signifikan dengan system ekonomi konvensional yang diwakili oleh system Kapitalisme, Sosialisme dan Welafare state.
Ekonomi Islam pada dasarnya merupakan aktualisasi nilai-nilai Islam dalam aktifitas kehidupan manusia dalam rangka mewujutkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Keberadaan ekonomi Islam tidak lain bertujuan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Tujuan tersebut dalam pandangan para ahli dijabarkan dalam 3 permasalah pokok yang terdiri atas pertama mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara, kedua mewujudkan kesejahteraan manusia dan ketiga mewujudkan mekanisme distribusi kekayaan yang adil.

DAFTAR BACAAN
Chapra, Umer,”Islam dan Tantangan Ekonomi,”Jakarta, Gema Insani Press, 2006
Hamid, Arifin,” Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syari’ah) di Indonesia’. Bogor, Penerbit Ghalia, 2007

http://agustianto.blogspot.com
Naqvi, Syed Nawab Haider, ,”Etika dan Ilmu Ekonomi, Suatu Sintesis Islami’, Bandung, Mizan.1993

Naqvi, Syed Nawab Haider,”Menggagas Ilmu EkonomiIslam,”. Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2003

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), ‘ Ekonomi Islamí”. Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2008
Sudarsono, Heri,” Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar,”Jogjakarta, Ekonosia, 2007

06 Desember 2008

Pulau Bangka ku


Suatu ketika saya ditanya seorang dosen, setelah menyelesaikan program S1 anda mau melanjutkan kemana?..., pertanyaan itu sangat sulit untuk dijawab, karena sebagai anak pertama dari lima bersaudara, saya harus membantu meringankan beban keluarga. Cukup lama sudah beban biaya pendidikan ku ditanggung oleh orangtua. Pertanyaan kedua yang jelas bisa saya jawab adalah, mau mengabdi (Bukan bekerja) dimana?...
Tanpa pikir panjang, dengan mantap saya jawab:," di Bangka".
Bukan tanpa alasan, mengapa daerah kelahiran, menjadi ladang berjuang, selain karena sebagai putera daerah (Meski tidak satu rupiah pun dapat bantuan biaya pendidikan dari pemerintah Bangka), juga karena sebuah cita-cita awal sudah terpatri, AKU AKAN KEMBALI...BANGKA KU. Dari langkah awal keluar dari pulau Bangka untuk menuntut ilmu, saya terus berjanji akan mengabdikan ilmu dan kemampuan untuk masyarakat Bangka, tidak perduli akan menjadi apa, senang atau pun susah yang akhirnya di dapat.
Bukanlah membanggakan bagi saya untuk menjadi besar di daerah orang lain, sebagaimana beberapa putera daerah Bangka yang menjadi pembesar di pemerintahan daerah lain, menjadi Pemimpin di Perguruan Tinggi daerah lain, ataupun menjadi pengusaha di tempat lain.
PROMORDIALISME? Bukan!, kalau bukan kita sebagai putera daerah, siapa lagi?
Memang, banyak peminat dari luar daerah Bangka yang mau ke Daerah yang baru menjadi propinsi ini, dengan niat MENJADI PEGAWAI NEGERI.